Dalam
deklarasi anti kekerasan terhadap perempuan yang dimaksud kekerasan terhadap
perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang
berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara
fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, yang terjadi di depan umum
maupun dalam kehidupan pribadi.
Kekerasan terhadap perempuan harus dipahami mencakup, tapi tidak
hanya terbatas pada, hal-hal sebagai berikut;
1.
Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis
yang terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas
perempuan kanak-kanak dalam keluarga , kekerasan yang berhubungan dengan mas
kawin perkosaan dalam perkawinan, perusakan alat kelamin perempuan, dan
praktek-praktek kekejaman tradisional lain terhadap perempuan, kekerasan di
luar hubungan suami isteri dan kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi
2. Kekerasan
secara fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas
termasuk perkosaan penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual di
tempat kerja, dalam lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya, perdagangan
perempuan dan pelacuran paksa.
3. Kekerasan
secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh
negara.( Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan pasal 1 dan 2)
Lokus
dan Ranah Kekerasan terhadap Perempuan
Merujuk kepada Deklarasi anti Kekerasan terhdap Perempuan yang
dikeluarkan pada tanggal 20 Desembr 1993 dan Undang-undang Penghapusan
Kekerasan tehadap Perempuan dalam rumah tangga, terdapat 4 lokus dan kekerasan
terhadap perempuan sebagaimana dalm tabel di bawah ini.
Lokus atau Ranah dan Agen Kekerasan
Bentuk-bentuk
kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga:
Di dalam satuan keluarga:
§ Kekerasan
terhadap isteri
§ Kekerasan
terhadap anak
§ Kekerasan
terhadap pembantu rumah tangga
Relasi personal
Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami
§ Kekerasan
fisik seperti pemukulan sampai pembunuhan
§ Kekerasan
psikis seperti: pembatan akses,
§ Kekerasan
seksual seperti: perkosaan, insest
§ Penelantaran
ekonomi: suami tidak memberikan nafkah kepada anak dan isteri termasuk
gaji PRT
yang tidak dibayar.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam komunitas:
§ Kekerasan
dalam praktek-praktek budaya
§ Kekerasan
di tempat umum
§ Kekerasan
di tempat kerja
§ Kekerasan
dalam representasi di media atau produk seni, termasuk bentuk-bentuk pornografi
§ Kekerasan
terkait interpretasi agama atau pemanfaatan agama untuk kepentingan pelaku
Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami
§ Kekerasan
fisik seperti pemukulan, penyiksaan, pembakaran, pengarakan.
§ Kekerasan
seksual; pelecehan, perkosaan
§ Kekerasan
berdimensi ekonomi seperti perdagagan perempuan, pengabaian perlindungan
bagi
buruh migran
§ Kekerasan
psikis seperti distigma
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam negara:
§ Kebijakan
negara baik produk hukum dan lainnya seperti qanun di aceh, perda diskriminasi
§ Kebijakan
politik negara seperti pemaksaan menggunakan alat kontrasespsi, penangkapan
sewenang-wenang terhadap perempuan yang diduga gerwani atau perempuan yang
diduga
terlibat PKI, atau yang diduga pelacur
§ Kekerasan
dengan pelaku pejabat publik atau aparat negara seperti perkosaan oleh bupati,
perkosaan oleh militer yang bertugas di wilayah konflik
Dampak Kekerasan terhadap Perempuan
Bentuk Kekerasan, dampak dan kebutuhan korban:
Kekerasan fisik berdampak antara lain luka hingga kematian. Layanan yang
dibutuhkan korban: tenaga medis.
Kekerasan seksual berdampak antara lain luka pada vagina, terinfeksi
penyakit menular, HIV/AIDS, kehamilan. Layanan yang dibutuhkan korban: rumah
sakit, tenaga medis, rumah aman.
Kekerasan psikis berdampak antara lain merasa rendah hati, terhina,
pemarah, bisa menjadi pelaku kekerasan dengan korban yang lain. Layanan yang
dibutuhkan korban: konselor, psikolog & psikiater; support group; para
legal, advokat, jaksa; rumah aman.
Kekerasan berbasis ekonomi berdampak antara lain tidak punya
pendapatan, tidak bisa bekerja. Layanan yang dibutuhkan korban: akses terhadap
pekerjaan atau keterampilan kewirausahaan, akses terhadap modal.
Mekanisme Rujukan di Perempuan Berbagi
Mempertimbangkan dampak
kekerasan yang dapat berpengaruh pada keseluruhan hidup korban. Maka kebutuhan
perempuan korban kekerasan tidak tunggal, sehingga membutuhkan dukungan dari
berbagai layanan baik layanan dari individu maupun lembaga atau
organisasi masyarakat. Untuk dapat memenuhi ragam kebutuhan tersebut, individu
atau organisasi yang memberikan dukungan atau layanan pada korban harus
mampu bekerjasama dengan berbagai pihak terkait. Salah satu mekanisme
yang dikembangkan untuk kebutuhan itu adalah meknisme rujukan.
Mekanisme rujukan adalah layanan untuk perempuan korban
kekerasan yang diberikan oleh lebih dari satu lembaga. Mekanisme ini dibentuk
karena satu lembaga yang didatangi korban pertama kali tidak dapat memenuhi
semua kebutuhan korban, sebagaimana pada kasus berikut:
Ani (bukan nama
sebenarnya), mengalami pemukulan di bagian kepala dari suaminya. Saat kejadian
tersebut Ani merasa sangat takut akan keselamatan dirinya dan kedua anaknya.
Ani lari dari rumah sambil membawa dua anaknya yang masih kecil-kecil dengan
mengendarai motor. Ani lari ke rumah adik iparnya yang bernama Ros (bukan nama
sebenarnya). Ros yang mengenal Janah dari Perempuan Berbagi segera
menelpon Janah. Ani menceritakan kejadian yang dialaminya kepada Janah melalui
telpon. Karena situasi genting, mereka mengatur janji untuk segera bertemu di
tempat yang disepakati bersama. Ros juga tidak bersedia Ani tetap tinggal di
rumahnya, karena takut dengan suami Ani.
Janah bertemu dengan Ani dan dua anaknya. Janah membawa ani ke
tempat yang lebih aman untuk bercerita pengalaman kekerasan yang dialaminya.
Setelah penggalian data, diidentifikasi bahwa Ani membutuhkan rumah tinggal
sementara sambil memikirkan langkah yang akan diambil selanjutnya (lapor
polisi, kembali ke rumah, atau yang lainnya). Janah juga mendokumentasikan
memar-memar di kepala Ani atas persetujuan Ani.
Ani tinggal di rumah aman sekitar 3 hari. Ssetelah itu dia
pulang kampung dijemput keluarganya. Ani meminta keluarganya
memfasilitasi perdamaian antara Ani dan suaminya. Ani kembali dengan suaminya.
Prinsip rujukan di Perempuan Berbagi
Agar kerja sama berjalan sesuai dengan kebutuhan korban, para
pendamping diharapkan mematuhi prinsip-prinsip rujukan sebagai berikut:
1. Concern korban
(mengutamakan kepentingan korban) artinya ketika menerima pengaduan dari korban
segera informasimasikan kemampuan layanan mana saja yang dapat individu/lembaga
berikan. Dan layanan apa saja yang tidak dapat diberikan, dan akan
dirujuk ke individu/lembaga lain yang berkemampuan.
2. Terbangun
perspektif keberpihakan pada korban sesama individu/lembaga pemberi layanan.
3. Perempuan
Berbagi sebagai perujuk mengetahui mandat yang dimiliki individu/lembaga
rujukan dan layanan apa yang dapat diberikan oleh individu/lembaga tersebut.
4. Perempuan
Berbagi dan individu/lembaga rujukan saling berbagi informasi awal tentang
korban. Sehingga korban tidak berulang-ulang diminta informasi dasar oleh
banyak pihak yang dapat membuatnya lelah dan menimbulkan trauma.
5. Perempuan
Berbagi dan individu/lembaga rujukan saling berkoordinasi untuk setiap
perkembangan penanganan kasus.
Tahapan Rujukan
1.
Korban datang langsung atau menelpon atau
mengirim email
2. Penerima
pengaduan mengidentifikasi kebutuhan korban
3. Jika
kebutuhan korban di luar mandat atau diluar kompetensi Perempuan Berbagi,
penerima pengaduan menginformasikan kepada korban
4. Penerima
pengaduan menghubungi atau berkoordinasi dengan mitra yang dapat
memberikan layanan kepada korban
5. Korban
langsung menghubungi mitra rujukan atau penerima pengaduan mengantarkan korban
bertemu dengan mitra rujukan (sesuai dengan situasi korban)
Mitra Rujukan Perempuan Berbagi antara lain:
1.
Shelter Rumah Kita
2. Kesusteran
Gembala Baik
3. Yayasan
PULIH
4. Puskesmas
Pamulang (masih perlu komunikasi lebih lanjut)
5. Individu
Bidan yang bertugas di Puskesmas Benda Baru
Contoh
Penangan Kasus dengan Mekanisme Rujukan
Maya
(bukan nama sebenarnya) bercerai dengan suaminya dan punya dua anak. Anak
pertama perempuan bernama Ani (bukan nama sebenarnya) yang berusia kira-kira 9
tahun. Maya sendiri lupa anaknya usai berapa. Maya buta huruf. Anak kedua Maya,
laki-laki berusia sekitar 7 tahun. Kedua anak Maya tinggal bersama mantan
suaminya. Maya kerja sebagai PRT dan menginap di rumah keluarga tempat ia
bekerja. Setelah kerja 1 tahun, Maya tidak lagi menginap di rumah majikannya
karena kedua anaknya tinggal bersama Maya di kontrakan. Anak-anak Maya
kadang diajak ke rumah majikannya, kadang ditinggal di kostan. Majikan Maya
sering memastikan agar anak Maya baik-baik saja.
Suatu
hari Maya datang terlambat ke rumah majikannya. Setelah ditanya, ternyata anak
Maya diperkosa tetangganya, seorang aki-aki berusia 60 tahunan dan bekerja
sebagai penarik becak. Majikan Maya mengajak Maya melaporkan kasusnya ke
polisi, tapi Maya tidak mau karena Maya sudah menandatangani perdamaian yang
difasilitasi RT tempat Maya tinggal. Maya didampingi majikan dan Perempuan
Berbagi bertemu polisi (tetangga majikan maya) untuk berkonsultasi. Pak polisi
memberikan motivasi agar Maya lapor ke kantor polisi dan polisi juga menjamin
bahwa kesepakan yang dilakukan Maya tidak berlaku demi hukum.
Esok
harinya, majikan Maya menanyakan apakah Ani sudah diperiksa kesehatannya.
Majikan Maya juga menjelaskan pentingnya Ani diperiksa oleh dokter, selain
mengetahui kondisi vagina Ani juga untuk mencegah terjadinya penyakit menular.
Maya menjawab“Udah bu, dibawa ke Gaplek, jawab Maya”.
Ketika
sedang membeli sayuran di warung, majikan Maya bertemu dengan temannya yang
bekerja di Puskesmas Pamulang. “Hai, apa kabar, kemarin mbaknya ke Puskesmas
bawa anaknya di temenin sama bu RT” teman majikan Maya nyerocos. Oh, masa Teh
jawab majikan Maya. Kata Mbak, anaknya di bawa ke RS Gaplek. “Ngga kok, di
puskesmas, aku juga ketemu”, jawab pegawai puskesmas. Majikan Maya
langsung menanyakan ke Maya ketika pulang. Maya tadi ibu ketemu teman yang
kerja di puskesmas, katanya anak kamu diperiksa di puskesmas bukan di RS
gaplek. Iya bu, kata bu RT jangan bilang sama ibu.
Dua
hari kemudian Maya tidak datang bekerja. Padahal Maya berjanji akan tetap
datang bekerja karena majikan Maya harus pergi ke luar kota. Setelah majikan
Maya pulang dan ditanyakan kenapa tidak datang, Maya menjawab diminta bu RT
ngga masuk karena harus ke puskesmas. Maya tetap kekeh tidak mau lapor polisi,
dan ikut kata bu RT. Maya juga takut kalau mantan suaminya tahu anaknya
diperkosa suaminya akan marah dan memukulinya.
Suatu
hari, pihak P2TP2A Tangerang Selatan datang ke rumah majikan Maya. Pihak P2TP2A
menyampaikan akan melaporkan kasus anak Maya ke polsek. Pihak P2TP2A juga
berdialog langsung dengan Maya dan anaknya. Setelah pihak P2TP2A pulang, sore
harinya majikan Maya menerima telpon dari P2TP2A bahwa P2TP2A sedang berada di
kantor Polsek Pamulang dan akan membawa Maya langsung ke Polres Jakarta Selatan
karena layanan untuk perempuan dan anak hanya ada di tingkat Polres.
Maya
dan anaknya di bawa ke polres di dampingi P2TP2A, selang beberapa hari baru
majikannya mengenahui bahwa ketika Maya dibawa ke Polres, pelaku juga dibawa
serta dengan menggunakan mobil Polsek pamulang.
Keesokan
harinya Maya harus pergi ke polres lagi, pihak polisi langsung menelpon Maya.
tapi tidak ada pendamping yang bisa menemani Maya. Majikan Maya langsung
berkoordinasi dengan pihak P2TP2A, Maya didampingi relawan dari P2TP2A. Siang
hari Maya menelpon majikannya, “bu kata polisi, saya mau kasusnya diterusin
ngga? Soalnya kalau diterusin akan panjang, dan saya harus ijin kerja?” emang
yang nemenin kamu kemana? Majikan Maya menanyakan. “ada bu, yang nemenin saya
juga nyuruh saya bilang ke ibu. Katanya bayar visumnya juga mahal 1 jutaan.
gimana yach bu terusin jangan?. Saya juga belum makan nich bu”. Majikan Maya
menyarankan agar Maya melanjutkan kasus anaknya. Agar pelaku jera dan pak RT
tidak lagi mendamaikan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Dua
hari berselang polisi kembali menghubungi Maya, meminta Maya datang lagi untuk
di BAP. Majikan Maya menghubungi P2TP2A, namun pihak P2TP2A mengatakan tidak
ada yang bisa membantu mendampingi karena kasus yang ditangani bayak. Majikan
berkoordinasi dengan pengacara yang ditunjuk P2TP2A, tapi pihak pengacara juga
tidak bisa menemani. Majikan Maya menekan agar maya didampingi. Akhirnya maya
di dampingi paralegal LBH APIK.
Korban ternyata tidak punya akte kelahiran. Padahal pihak polisi
membutuhkan akte kelahiran untuk memastikan bahwa anak Maya masih anak-anak.
Pihak polisi meminta rapor korban, sebagai alternatif ketidakadaan akte
kelahiran. Korban juga sudah tidak sekolah lagi. Dia hanya sekolah selama 2
bulan, karena diminta berhenti sekolah oleh gurunya karena selalu ngantuk di
kelas.
Maya mencoba meminta data ke sekolah tempat anaknya pernah
bersekolah. Tapi pihak sekolah tidak bisa memberi dengan alasan, korban hanya
sekolah 3 bulan dan sudah berhenti sejak tiga tahun lalu. Maya mendatangi dukun
lahir yang membantu persalinan, sang dukun juga tidak mau memberi alasannya dia
lupa pernah membantu kelahiran korban.
Sumber bacaan:
1. Peta
Kekerasan terhadap Perempuan, Komnas Perempuan, tahun 2002
2. Layanan
terpadu perempuan korban kekerasn, Komnas Perempuan, tahun 2004
3. Layanan
yang berpihak, Komnas perempuan, tahun 2004
4. Memecah
kebisuan, Agama Mendengar Suara Perempuan Korban Kekerasan Demi Keadilan respon
Katholik, Muhamaddiyah, NU, Protestan
5. Buku
referensi Penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap Perempuan di Lingkungan
Peradilan Umum
Artikel ini menjadi salah satu referensi KE-PEKAN (Kelas Pendampingan Korban) MARETAN PEREMPUAN 2015 untuk Sesi Rujukan.
#MakeItHappen
#womensday
#IWD2015
#internationalwomensday
#PaintItPurple
#KE-PEKAN MARETAN PEREMPUAN
No comments:
Post a Comment