Oleh: Siska Sriyanti
(Pengalaman Layanan Konseling Perempuan Berbagi)
(Pengalaman Layanan Konseling Perempuan Berbagi)
Konseling
yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah konseling yang diberikan kepada
penyintas (korban kekerasan yang ingin keluar dari kekerasan untuk pulih dan
mencari keadilan). Korban kekerasan yang dimaksud adalah korban kekerasan
yang berbasis gender dan orientasi seks. Korban dapat berjenis kelamin
perempuan hetero, lesbian, waria, priawan. Tidak menutup kemungkinan laki-laki
dan gay.
Konseling
adalah upaya dukungan yang diberikan konselor kepada penyintas untuk
mendapatkan jalan keluar. Konseling biasanya di lakukan oleh 2 orang yaitu
konselor dan penyintas. Proses konseling berupa pemberian informasi yang jelas
kepada penyintas sesuai kebutuhannya. Juga proses yang mendorong penyintas
untuk mampu mengenali-memahami masalah yang sedang dihadapinya sekaligus
menyadari kekuatannya untuk pulih dan menggapai keadilan. Seorang konselor
tidak boleh mengambil keputusan untuk penyintas, hanya penyintas itu sendiri
yang boleh memilih dan mengambil keputusan apapun untuk hidupnya.
Prinsip Prinsip Konseling
1.
Konseling melayani semua penyintas, tanpa
memandang umur, jenis kelamin, orentasi seksual, suku, agama, idiologi, status
ekonomi dan kelas sosial lainnya.
2. Konseling
harus menghormati keunikan setiap penyintas. Antara lain keunikan berekpresi
secara gender –antara lain tom boy--, keyakinan –antara lain mengenakan cadar--
, gaya hidup –antara lain mengenakan tato dll.
3. Konseling
menjaga kerahasian penyintas.
4. Konseling
harus sistimatis dan berkelanjutan, agar konselor dapat memantau dampak
dan kemajuan proses konseling pada penyintas.
5. Relasi
kuasa konselor dan penyintas harus setara, tidak boleh ada salah satu yang
dominan atau dianggap tak berdaya.
6. Konselor
berposisi menemani, memberi informasi, memberi jalan pada kebutuhan konselor.
Tetapi keputusan akhir sepenuhnya diberikan kepada penyintas.
Tahapan Konseling
1.
Konselor membangun hubungan baik (rapport)
untuk mendapatkan kepercayaan awal dan membangun rasa aman dan nyaman pada
penyintas. Konselor disarankan memiliki informasi dan latar belakang masalah
yang dihadapi penyintas sebelum berjumpa. Konselor menyampaikan prinsip dan
tujuan konseling.
2. Konselor
mendengarkan paparan yang disampaikan penyintas dengan atentif dan sikap yang
memberikan dukungan. Bertanya bila ada hal-hal yang belum dipahami konselor.
3. Konselor
mengajak penyintas untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapinya.
4. Konselor
mengajak penyintas untuk memetakan kebutuhan. Kebutuhan ini bisa apapun
tergantung keinginan penyintas dan keunikan setiap kasus. Kebutuhan antara lain
dapat berupa pemeriksaan kesehatan dasar hingga reproduksi dan tes HIV/AIDS
(pada kasus perkosaan misalnya); bantuan hukum ke kepolisian – pengadilan
negeri (kasus pidana); bantuan hukum perceraian ke pengadilan agama (bagi
muslim); rumah aman; menitipkan anak; mencari pekerjaan; jaringan kerja
advokasi kasus –media, organisasi HAM dll.
5. Memetakan
kekuatan korban, karna sesungguhnya korban mempunyai kekuatan. Kekuatan dapat
berupa dukungan keluarga, sahabat, tetangga; biaya untuk pengurusan kasus;
jaringan kerja; pengetahuan dan keterampilan yang dapat memenuhi sebagian
kebutuhan penyintas (yang dipetakan di tahap sebelumnya)
6. Memetakan
bersama kebutuhan mana yang harus dicari bantuan dari luar kekuatan korban dan
kepada siapa/lembaga mana saja.
7. Meyusun
rencana apa yang harus dilakukan selanjutnya( ini sepenuhnya keputan di tangan
korban)
8. Membangun
perjanjian (kontrak) antara konselor dan penyintas antara lain, waktu kapan dan
dimana akan bertemu selanjutnya, berapa lama. Dan apakah membutuhkan bertemu
pihak lain yang dapat memperkuat dukungan. Membagi tugas apa saja yang harus di
lakukan oleh konselor dan penyintas.
9. Konselor
dan penyintas melakukan penilaian kembali pada proses konseling yang
dijalankan. Dan memperbaiki proses sesuia kebutuhan.
10. Menjaga
agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Sepuluh tahapan ini dapat dijalankan apabila kondisi penyintas
dalam keadaan cukup baik untuk melalui setiap tahapan. Dalam keadaan genting,
penyintas terluka parah dan butuh penyelamatan (evakuasi). Tahapan konseling
mengikuti situasi penyintas.
Mekanisme Konseling di Perempuan Berbagi
Penyintas dapat mengkases konseling dengan 2 cara. Pertama
penyintas yang menghubungi Perempuan Berbagi sbb:
1.
Penyintas datang/telpon/kirim email/in box
face book kepada Perempuan Berbagi diterima oleh salah seorang tim konselor.
Selanjutnya penyintas dapat memilih kepada konselor mana merasa lebih
nyaman untuk berbicara.
2.
Penyintas dan konselor membuat janji bertemu
di waktu dan tempat yang membuat penyintas aman dan nyaman.
3.
Proses konseling berjalan mengikuti prinsip,
tahapan, waktu dan tempat yang disepakati penyintas. Konselor melakukan
pencatatan selama proses konseling tanpa terlalu mengganggu kenyamanan
penyintas.
4.
Konselor mencatat proses konseling dan
mengkoordinasikannya dengan tim Perempuan Berbagi sesuai kebutuhan korban
–misalnya dengan tim bantuan hukum atau rujukan. Bisa juga dengan jaringan
kerja di luar Perempuan Berbagi sesuai dengan kebutuhan penyintas.
5.
Perempuan Berbahi melanjutkan proses
pendampingan sesuia kebutuhan penyintas. Untuk kasus bukan stuktural tim
Perempuan Berbagi bisa melanjutkan sesuai keunikan kasus dan merujuk apabila di
perlukan. Untuk kasus kekerasan stuktural (pelakunya aparat negara/memiliki
kekuasaan yang dapat membahayakan keselamatan penyintas dan Perempuan
Berbagi/jaringan yang mendampingi) akan ditangani berjejaring dengan organisasi
lain terkait (Advokasi penangan kasus).
Pintu masuk kedua, konselor yang mendekati penyintas. Dapat
melalui tatap muka, face book, email, telpon, sms dll yang biasanya
diawali pengamatan. Untuk mekanisme selanjutnya dapat mengikuti proses yang
sama 2 – 5.[]
Artikel ini menjadi salah satu referensi KE-PEKAN (Kelas Pendampingan Korban) MARETAN PEREMPUAN 2015 untuk Sesi Konseling.
#MakeItHappen
#womensday
#IWD2015
#internationalwomensday
#PaintItPurple
#KE-PEKAN MARETAN PEREMPUAN
No comments:
Post a Comment