Oleh : Reka Agni Maharani
Peribahasa
"gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan terlihat"
tidak sedikit terjadi di dunia nyata. Ketika kita bicara atau peduli kepada
sesuatu yang jauh dari hadapan, tetapi yang didekat kita sendiri diabaikan
bukanlah kisah klasik. Saat orang-orang peduli akan kasus Rohingya, tetapi ada
tetangga sendiri mengalami kekerasan, apakah yang terdekat peduli? Kadang orang
hanya sekadar sadar, tetapi tekad untuk membantu amatlah kecil.
Sama halnya yang terjadi pada kasus kekerasan di Bali,
yang dialami oleh bocah kecil bernama Angeline. Menurut pengakuan beberapa
tetangga dan guru, anak perempuan usia 8 tahun itu kerap kali terlihat lusuh
dan terdapat luka-luka di tubuhnya. Tidak hanya itu saja, guru Angeline mengaku
bahwa anak tersebut sering datang terlambat tanpa mandi dan berpakaian rapih. Kesadaran
akan hal yang tidak wajar tersebut tidak berjalan beriringan dengan kepekaan. Orang-orang
terdekat hanya dapat melihat dan sadar, akan tetapi tidak ada yang tanggap akan
kasus seperti itu.
Kasus kekerasan anak (baik kekerasan fisik maupun
seksual) pada tahun 2015 menurut Komnas Perlindungan Anak sebanyak 350 kasus
lebih dari sekitar 2046 kasus kekerasan anak. Hal ini menandakan bahwa
perlindungan terhadap kehidupan anak masih kurang. Perlindungan anak terbesar seharusnya dilakukan oleh orang-orang terdekat
termasuk orang tua, kakek-nenek, kakak-adik maupun saudara sekitar. Apabila ternyata
seorang anak menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh keluarga atau orang
terdekat, maka warga sekitar atau orang-orang di lingkungan tempat tinggal atau
sekolah berhak untuk melindungi anak tersebut. Bantuan orang-orang sekitarlah
yang bisa menolong anak mendapat perlindungan hukum.
Namun kehidupan masa kini terutama di daerah urban,
kepedulian antar sesama kian menurun. Nilai individualis dan acuh tak acuh
terhadap lingkungan sekitar tinggi. Bahkan, setiap personal lebih peduli dengan
permasalahan di luar lingkungan sekitar mereka. Mereka dengan mudah menciptakan
rasa simpati tinggi terhadap kejadian yang mereka temukan di sosial media. Kemudian
berbondong-bondong menjadi viral dalam sosial media terkait isu yang terjadi
nun jauh di sana.
Lalu, bagaimana menanggapi kejanggalan-kejanggalan
yang terjadi di sekitar, terutama yang dialami oleh seorang anak?
1.
Bukan
menjadi “kepo”, tetapi lebih mengenal lingkungan sekitar.
Mengetahui dan memahami lingkungan sekitar itu
penting. Berkenalan dengan orang-orang yang berada di lingkungan baik tempat
tinggal, sekolah, maupun lingkungan kerja berguna untuk diri sendiri maupun
orang lain. Karena pada akhirnya yang akan membantu kita dalam keadaan darurat
adalah tetangga terdekat. Begitupun sebaliknya. Dengan mengenal tetangga atau
lingkungan sekitar lebih baik, bukan berarti segala hal yang berhubungan dengan
tetangga kita adalah urusan kita dan menjadi “kepo” urusan orang lain. Setidaknya
apabila ada hal aneh terjadi pada lingkungan sekitar, timbul kepekaan dan
kepedulian sesama.
2.
Tidak
perlu ragu menegur maupun melaporkan orang sekitar yang menjadi pelaku
kekerasan
Kekerasan anak, kekerasan terhadap perempuan maupun
kekerasan terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT) termasuk kekerasan domestik di
dalam rumah tangga. Saat menemukan seseorang yang diduga pelaku atau melihat
langsung apa yang dia lakukan terhadap seorang anak, perempuan atau PRT, kadang
orang-orang memilih untuk menghindar dan tidak mau ikut campur urusan domestik,
atau tidak bisa berbuat apa-apa padahal semestinya ada keinginan. Apapun yang
tidak wajar atau perilaku yang sudah merugikan orang lain hingga menjadi korban
adalah tanggung jawab kita semua. Tidak perlu takut untuk melaporkan kegiatan
tersebut kepada yang berwajib. Baik pihak RT/RW, polisi maupun bantuan hukum
lain. Tak perlu takut sebagai pelapor atau saksi, karena setiap saksi mendapatkan
hak perlindungan hukum dan tertera dalam Undang-undang no. 13 tahun 2006
tentang perlindungan saksi dan korban.
3.
Kenali
tanda anak mengalami kekerasan, mengungkap yang tidak terungkap
Seorang anak tidak bisa dengan mudah atau bahkan tidak
pernah bercerita apabila ia telah mengalami kekerasan, baik fisik maupun
seksual. Mereka yang mengalami kekerasan seksual dan tidak mengungkapkan bisa
jadi karena dua faktor, yaitu : masih belum memahami apa itu kekerasan seksual
dan ada ancaman dari pihak pelaku. Sebagai orang dewasa yang berada di lingkungan
si anak, kita bisa mengenali dan mengamati hal yang aneh atau tidak biasa dan
perubahan yang terjadi pada si anak. Tidak hanya mengenali dan mengamati saja,
ketika memang ada yang aneh terhadap si anak baik secara psikis maupun fisik
maka tahapan selanjutnya adalah membantu si anak. Seperti kasus Angeline,
gurunya sadar perubahan-perubahan aneh pada diri anak tersebut tetapi mereka membiarkannya.
Padahal, semua bisa ditanggapi dengan cepat untuk mencegah hal yang lebih
fatal.
4.
Buatlah
anak yang diduga sebagai korban aman untuk berbicara
Mengungkap seorang anak yang menjadi korban kekerasan
memang tidak mudah. Ada anak yang terbuka dalam bercerita tetapi adapula anak
yang tertutup dan sulit untuk menceritakan hal-hal yang terjadi. Sebagai orang
dewasa yang mencoba membantu tidak perlu memaksakan diri agar ia bisa
bercerita. Usahakan membuat diri mereka nyaman terlebih dahulu apabila bersama
dengan kita dan yakinkan kalau dia aman. Apabila si anak sudah mulai bisa
mengungkapkan kejadiannya, kita perlu orang lain yang bisa dipercaya untuk
membantu perlindungan anak tersebut. Kita yang membantu juga perlu mencari
dukungan dari orang-orang terdekat dalam membantu mengungkap kasus kekerasan
terhadap anak, karena hal tersebut memang bukan hal sepele.
5.
Mencari
rujukan kepada layanan Crisis Center
Untuk membantu melindungi anak dan mengeluarkan anak
dari trauma kekerasan kita memang butuh bantuan konselor maupun psikolog. Merujuk
pada layanan crisis center atau pengaduan terpadu perempuan dan anak merupakan
bentuk penanganan lanjutan yang bisa diberikan.
Setiap anak berhak hidup sesuai dengan perkembangan
yang baik agar kelak menjadi seorang yang berguna. Setiap dewasa berasal dari
anak-anak, maka kita sebagai seorang dewasa wajib melindungi hak-hak mereka. Karena
kalau bukan kita, siapa lagi?
No comments:
Post a Comment