Sunday, June 14, 2015

Tanggap Kekerasan Anak Secara Nyata, Bukan Viral Sosial Media



Oleh : Reka Agni Maharani
 
Sumber
Peribahasa "gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan terlihat" tidak sedikit terjadi di dunia nyata. Ketika kita bicara atau peduli kepada sesuatu yang jauh dari hadapan, tetapi yang didekat kita sendiri diabaikan bukanlah kisah klasik. Saat orang-orang peduli akan kasus Rohingya, tetapi ada tetangga sendiri mengalami kekerasan, apakah yang terdekat peduli? Kadang orang hanya sekadar sadar, tetapi tekad untuk membantu amatlah kecil.


Sama halnya yang terjadi pada kasus kekerasan di Bali, yang dialami oleh bocah kecil bernama Angeline. Menurut pengakuan beberapa tetangga dan guru, anak perempuan usia 8 tahun itu kerap kali terlihat lusuh dan terdapat luka-luka di tubuhnya. Tidak hanya itu saja, guru Angeline mengaku bahwa anak tersebut sering datang terlambat tanpa mandi dan berpakaian rapih. Kesadaran akan hal yang tidak wajar tersebut tidak berjalan beriringan dengan kepekaan. Orang-orang terdekat hanya dapat melihat dan sadar, akan tetapi tidak ada yang tanggap akan kasus seperti itu.

Kasus kekerasan anak (baik kekerasan fisik maupun seksual) pada tahun 2015 menurut Komnas Perlindungan Anak sebanyak 350 kasus lebih dari sekitar 2046 kasus kekerasan anak. Hal ini menandakan bahwa perlindungan terhadap kehidupan anak masih kurang. Perlindungan anak terbesar  seharusnya dilakukan oleh orang-orang terdekat termasuk orang tua, kakek-nenek, kakak-adik maupun saudara sekitar. Apabila ternyata seorang anak menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh keluarga atau orang terdekat, maka warga sekitar atau orang-orang di lingkungan tempat tinggal atau sekolah berhak untuk melindungi anak tersebut. Bantuan orang-orang sekitarlah yang bisa menolong anak mendapat perlindungan hukum.

Namun kehidupan masa kini terutama di daerah urban, kepedulian antar sesama kian menurun. Nilai individualis dan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar tinggi. Bahkan, setiap personal lebih peduli dengan permasalahan di luar lingkungan sekitar mereka. Mereka dengan mudah menciptakan rasa simpati tinggi terhadap kejadian yang mereka temukan di sosial media. Kemudian berbondong-bondong menjadi viral dalam sosial media terkait isu yang terjadi nun jauh di sana.

Lalu, bagaimana menanggapi kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di sekitar, terutama yang dialami oleh seorang anak?

1.       Bukan menjadi “kepo”, tetapi lebih mengenal lingkungan sekitar.
Mengetahui dan memahami lingkungan sekitar itu penting. Berkenalan dengan orang-orang yang berada di lingkungan baik tempat tinggal, sekolah, maupun lingkungan kerja berguna untuk diri sendiri maupun orang lain. Karena pada akhirnya yang akan membantu kita dalam keadaan darurat adalah tetangga terdekat. Begitupun sebaliknya. Dengan mengenal tetangga atau lingkungan sekitar lebih baik, bukan berarti segala hal yang berhubungan dengan tetangga kita adalah urusan kita dan menjadi “kepo” urusan orang lain. Setidaknya apabila ada hal aneh terjadi pada lingkungan sekitar, timbul kepekaan dan kepedulian sesama.

2.       Tidak perlu ragu menegur maupun melaporkan orang sekitar yang menjadi pelaku kekerasan
Kekerasan anak, kekerasan terhadap perempuan maupun kekerasan terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT) termasuk kekerasan domestik di dalam rumah tangga. Saat menemukan seseorang yang diduga pelaku atau melihat langsung apa yang dia lakukan terhadap seorang anak, perempuan atau PRT, kadang orang-orang memilih untuk menghindar dan tidak mau ikut campur urusan domestik, atau tidak bisa berbuat apa-apa padahal semestinya ada keinginan. Apapun yang tidak wajar atau perilaku yang sudah merugikan orang lain hingga menjadi korban adalah tanggung jawab kita semua. Tidak perlu takut untuk melaporkan kegiatan tersebut kepada yang berwajib. Baik pihak RT/RW, polisi maupun bantuan hukum lain. Tak perlu takut sebagai pelapor atau saksi, karena setiap saksi mendapatkan hak perlindungan hukum dan tertera dalam Undang-undang no. 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.

3.       Kenali tanda anak mengalami kekerasan, mengungkap yang tidak terungkap
Seorang anak tidak bisa dengan mudah atau bahkan tidak pernah bercerita apabila ia telah mengalami kekerasan, baik fisik maupun seksual. Mereka yang mengalami kekerasan seksual dan tidak mengungkapkan bisa jadi karena dua faktor, yaitu : masih belum memahami apa itu kekerasan seksual dan ada ancaman dari pihak pelaku. Sebagai orang dewasa yang berada di lingkungan si anak, kita bisa mengenali dan mengamati hal yang aneh atau tidak biasa dan perubahan yang terjadi pada si anak. Tidak hanya mengenali dan mengamati saja, ketika memang ada yang aneh terhadap si anak baik secara psikis maupun fisik maka tahapan selanjutnya adalah membantu si anak. Seperti kasus Angeline, gurunya sadar perubahan-perubahan aneh pada diri anak tersebut tetapi mereka membiarkannya. Padahal, semua bisa ditanggapi dengan cepat untuk mencegah hal yang lebih fatal.

4.       Buatlah anak yang diduga sebagai korban aman untuk berbicara
Mengungkap seorang anak yang menjadi korban kekerasan memang tidak mudah. Ada anak yang terbuka dalam bercerita tetapi adapula anak yang tertutup dan sulit untuk menceritakan hal-hal yang terjadi. Sebagai orang dewasa yang mencoba membantu tidak perlu memaksakan diri agar ia bisa bercerita. Usahakan membuat diri mereka nyaman terlebih dahulu apabila bersama dengan kita dan yakinkan kalau dia aman. Apabila si anak sudah mulai bisa mengungkapkan kejadiannya, kita perlu orang lain yang bisa dipercaya untuk membantu perlindungan anak tersebut. Kita yang membantu juga perlu mencari dukungan dari orang-orang terdekat dalam membantu mengungkap kasus kekerasan terhadap anak, karena hal tersebut memang bukan hal sepele.

5.       Mencari rujukan kepada layanan Crisis Center
Untuk membantu melindungi anak dan mengeluarkan anak dari trauma kekerasan kita memang butuh bantuan konselor maupun psikolog. Merujuk pada layanan crisis center atau pengaduan terpadu perempuan dan anak merupakan bentuk penanganan lanjutan yang bisa diberikan.

Setiap anak berhak hidup sesuai dengan perkembangan yang baik agar kelak menjadi seorang yang berguna. Setiap dewasa berasal dari anak-anak, maka kita sebagai seorang dewasa wajib melindungi hak-hak mereka. Karena kalau bukan kita, siapa lagi?

No comments:

Post a Comment