Tuesday, November 20, 2012

Kesetaraan dalam Koperasi

Serial Perempuan dan Koperasi bagian 1
Oleh: Dewi Nova
 

Sudah bertahun-tahun masyarakat dan negara memperbincangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki. Bagian tersulit dan terpenting dari perbincangan itu adalah bagaimana menerjemahkan kesadaran kesataraan gender pada tingkatan praktis. Sehingga kesadaran ini menjadi alat gerakan untuk menjawab persoalan yang dihadapi hari-hari oleh perempuan dan laki-laki. Tulisan serial yang bersumber pada beberapa buku dan perjumpaan penyusun pada pengalaman gerakan koperasi di Philipina ini akan membatasi ruang lingkup kesadaran dan pelaksanaan kesetaraan gender pada koperasi.

Upaya mengintegrasikan kesetaraan gender pada koperasi sedikitnya dilatarbelakangi persoalan sebagai berikut: Pertama, meskipun di beberapa koperasi anggota perempuan jumlahnya lebih besar dari laki-laki, mereka subordinat laki-laki dalam hal kepemimpinan, struktur pengambil keputusan dan seluruh proses pengembangan koperasi. Kedua, rendanya akses anggota perempuan pada sumberdaya, peluang dan penikmatan hasil usaha koperasi. Beberapa perempuan menjadi anggota koperasi lebih untuk memenuhi kebutuhan suami, karena keputusan untuk menikmati akses meminjam dan menikmati hasil usaha ditentukan oleh suami. Ketiga, meskipun koperasi tidak ada peraturan yang mendiskriminasikan perempuan dan laki-laki, koperasi lengah atau gagal untuk menangkap kebutuhan strategis anggota perempuan. Misalnya gagal memahami kurangnya partisipasi perempuan pada rapat anggota yang diakibatkan beban ganda yang ia hadapi di rumah atau tidak diijinkan pergi oleh suami. Atau kurangnya perempuan mengambil peran kepemimpinan akibat kultur koperasinya lebih mempercayakan kepemimpina pada laki-laki. Juga koperasi tidak mempersiapkan anggota perempuan untuk menjadi pemimpin.


Pada koperasi yang seluruh anggotanya perempuan bisa terjadi hal yang sama. Ketika seorang perempuan telah terpilih menjadi ketua, seminggu kemudian ia mengundurkan diri karena tidak mendapat dukungan dari suami. Suami menganggap isterinya tidak mampu dan merasa dirugikan karena isteri semankin menambah alokasi waktu beraktifitas di luar rumah. Keempat gagalnya koperasi untuk menjawab persoalan kekerasan terhadap anggota perempuan yang ia alami di rumah, di komunitas. Bahkan kekerasan yang ia alami di koperasi. Bila koperasi lengah pada bagian ini, gerakan ekonomi masyarakat ini akan terus terganjal oleh semakin banyaknya anggota tidak aktif atau keluar akibat kekerasan yang mereka alami.

Menyadari daftar masalah tersebut, kerja pengintegrasian kesetaraan dalam koperasi rupanya harus dilakukan bersamaan antara menjawab persoalan di tingkat organisasi dan keluarga. AWCF (Asia Women in Co-operative Development Forum) dan NATCCO (National Confederation of Co-operative), sebuah federasi koperasi terbesar di Philipina menjalankan program peningkatan gender sensitif yang diikuti perempuan dan laki-laki; Leadership training untuk anggota perempuan; mengembangkan kebijakan perlindungan-pemulihan perempuan yang ingin sintas dari Kekerasaan.
Untuk memastikan seberapa kesetaraan terwujud dalam koperasi, sedikitnya ada beberapa hal yang dapat dideteksi apakah:
  1. Tumbuh kepercayaan yang lebih baik dari anggota perempuan? Bila koperasi memberikan layanan peningkatan kapasitas kelola keuangan, kepemimpinan dan memiliki kebijakan yang melindungi perempuan dari kekerasan. Juga membantu negosiasi mereka dengan keluarga, hal itu akan menumbuhkan self esteem pada mereka.
  2. Perempuan menemukan jalan keluar untuk meminjam uang pada kondisi sulit kekurangan pangan, biaya sekolah anak dan tiba-tiba harus ke rumah sakit terkait kesehatan reproduksi dan lainnya.
  3. Perempuan mengalami pertumbuhan pendapatan melalui dampingan modal usaha. Pertumbuhan pendapatan ini akan membantu negosiasi perempuan pada kehidupan sosial politij di tingkat keluarga, masyarakat dan negara.
  4. Kehidupan keluarga dan masyarakat yang lebih sehat. Kemampuan perempuan bernegosiasi untuk kesetaraan dan penyadaran kesetaraan pada laki-laki, dapat mencegah dari diskriminasi dan kekerasan yang semakin buruk. Intervensi koperasi pada penanganan korban kekerasan juga meningkatkan rasa aman perempuan di rumah dan masyarakat.
Cubao – Manila, 20 November 2012

Ungkapan gender pada tulisan ini merujuk pada gender perempuan dan laki-laki, belum termasuk LGBTI (Lesbian Gay Biseks Transgender dan Interseks).

Sumber belajar:
  1. Organisasi AWCF (Asia Women in Co-operative Development Forum)
  2. Lota Y. Bertulfo, ed., Liberating Co-ops Guide to Create Women-friendly and Gender-Responsive Co-ops in the Philippines (AWCF-NATCCO, 1998).
  3. Liberating Co-Ops Stories of Women Friendly and Gender-Responsive Co-operatives in the Philippines (AWCF-NATCCO, 1995)

[1] Penyusun Bussiness Development Center Officer FORMASI-Indonesia (Forum Gerakan Pengembangan Koperasi Indonesia) dan pediri Perempuan Berbagi.




No comments:

Post a Comment