Thursday, October 29, 2015

Menyoal Hak Anak Perempuan



Oleh : Ernawati

Saya mempunyai tiga orang putri dengan usia dan karakter yang berbeda tetapi memiliki kesamaan, ingin sama didengar dan diperhatikan. Sehingga ketika salah seorang dari mereka sedang bercerita, yang dua lainnya akan menimpali dengan cerita masing-masing akibatnya mereka seperti berlomba untuk mendapat perhatian terlebih dahulu. Perbedaan usia tidak menjadikan mereka memiliki hak yang berbeda, hanya pengertian tentang kuantitas dari hak tersebut. Misalnya mengenai uang saku, bentuk hadiah maupun makanan, walaupun sebenarnya diberikan jumlah yang sama namun kakak tertua yang usianya sudah menginjak 20 tahun dengan berat badan berlebih sudah disarankan untuk mengurangi makanan tertentu dibanding adik-adiknya yang usianya terpaut jauh, 8 dan 10 tahun yang masih dalam masa pertumbuhan. Selain itu, hiburan, hobby dan kebutuhan pendidikan mendapat hak yang sama. Semuanya berlaku hal, apa yang lebih mereka suka dan apa yang terbaik buat mereka. Memenuhi hak anak perempuan tidak semudah membaca buku lalu menerapkan teori. Mereka adalah buku yang terus berkembang dan berubah sehingga saya harus terus mempelajari dan mengoreksi kesalahan dalam penerapannya.


Teori lebih indah saat dipraktekkan

Nilai-nilai demokrasi, toleransi dan disiplin lebih mudah dituliskan dan dibaca namun dalam prakteknya tak semudah itu. Pernah suatu ketika kakak tertua menanyakan pendapat saya bila ia mempunyai tatto, menjadi lesbian dan tidak menikah kelak. Jawaban dari pertanyaan ini harus cukup bijaksana karena akan menentukan bagaimana pandangannya atas sikap Mamanya. Dan saya memberi jawaban yang diplomatis untuk menunjukkan sikap yang terbuka dan tidak otoritarian, menguji seberapa besar pemahamannya atas pertanyaannya sendiri, menganalisa positif-negatifnya dan akhirnya menyerahkan keputusan di tangannya sendiri.

Sama hal-nya dengan pilihan sekolah. Sejak awal saya sudah memberi gambaran pada ketiganya tentang kehidupan setelah dewasa kelak. Tanggung jawab pada diri dan masyarakat. Pada awalnya sulit karena benturan antara standar yang berlaku dan keinginan mereka sendiri serta fakta kehidupan yang akan mereka hadapi kelak. Pada akhirnya saya menyerahkan pada keinginan masing-masing setelah saya mengantarkan mereka pada beberapa pilihan yang ada. Hingga akhirnya mereka mendapat tempat belajar yang sesuai. Pada akhirnya saya menyadari bahwa kehidupan mereka kelak ada di tangan mereka sendiri, bukan sekedar pada ijasah dan ketrampilan semata tapi justru terletak pada kepribadian masing-masing yaitu keuletan, kreatifitas dan pergaulan. Jadi yang perlu saya lakukan saat ini adalah membuka kesempatan seluas-luasnya untuk mereka mengenal diri sendiri dan lingkungan, mengamati, memahami, meneliti dan mengambil kesimpulan

Pencarian Diri

Seperti pada umumnya remaja maka anak-anak saya juga mengalami proses itu. Yang sudah mengalami dan melewati prosesnya memang baru yang tertua. Saat ini sudah mulai membentuk pada tujuan hidup yang lebih spesifik namun masih membutuhkan proses panjang untuk membenahi diri sebelum benar-benar dewasa secara mental dan pisik untuk menjalani tanggungjawab pada diri sendiri dan masyarakat.

Pada awalnya sulit untuk memahami setiap pemberontakannya, keinginannya hingga si Kakak berkelana dalam pencarian dirinya dan syukurlah berhasil melewati dan saat ini ditempa sebagai pekerja di sebuah restoran. Memang gajinya tidak cukup, tapi ia belajar banyak hal dalam pekerjaannya ini. Kedewasaannya mulai terbentuk. Hal ini terungkap karena kami sering berdiskusi mengenai banyak hal terutama karena Ia banyak membaca referensi untuk kebutuhan novel yang ditulisnya. Contoh kedewasaannya tercermin saat ia bercerita tentang supervisornya yang sebenarnya memiliki sikap menyebalkan dan kehidupan pribadinya tidak cukup baik. Hampir semua teman kerja tidak menyukainya. Pada saat supevisor tersebut melahirkan dan kebetulan sedang sendiri di Rumah Sakit, tidak ada satupun teman kerja yang bersedia menemani kecuali kakak yang berpendapat bahwa meskipun ia juga tidak menyukai kepribadian si supervisor tapi kondisinya yang sedang membutuhkan teman harus disikapi secara berbeda. Perasaan subyektif tidak menutupi pandangannya mengenai apa yang benar dan salah

Sang adik, si tengah mulai menapaki proses ini.  Awalnya ia memiliki keinginan untuk terlibat dalam banyak kegiatan, selain karena diperkenalkan juga karena terpengaruh keinginan adiknya. Hingga akhirnya merasa kelelahan sendiri dan memutuskan untuk berhenti dengan semua kegiatan tersebut. Dan kini di sekolah, yang kebetulan memiliki metode yang berbeda dengan sekolah umum, Ia memulai proses untuk lebih mengenal diri sendiri dan memahami keingin-keinginnannya sendiri. Hal yang sama juga terjadi pada anak ketiga, si bungsu. Kini mulai merasa gembira dan bangga pada dirinya sendiri

Dari ketiganya, saya belajar tentang hak anak dan hak mereka yang terutama adalah untuk memenuhi harapan mereka sendiri dan bukan memenuhi harapan orang lain, keluarga, teman, guru dan masyarakat. Keinginan, harapan dan pemenuhan harapan yang kesemuanya bersumber dan berpulang pada diri sendiri. Misalnya bahwa setiapanak itu harus bersekolah supaya pintar, sekolah yang membuat pintar itu adalah sekolah favorit, tanda sebagai anak pintar adalah cepat bisa membaca, punya prestasi baik didalam maupun diluar sekolah. Pemenuhan harapan ini ternyata bagi ketiga anak saya melelahkan. Si kakak tertua dengan postur tubuh tinggi sejak kecil sudah diharapkan jadi model sehingga neneknya begitu berhasrat memasukkan si kakak pada kursus modelling dan mengikutkannya dalam berbagai lomba fashion. Saat SMP dan SMA selalu diharapkan untuk menjadi mayoret atau OSIS. Namun ia selalu menolak hingga membuat gusar neneknya.

Adiknya, si tengah karena gemar olahraga lalu saya masukkan ke beberapa cabang olahraga untuk membuka wawasan tentang cabang olahraga sehingga menetapkan minat pada cabang tertentu dan memperdalam pemahamannya mengenai atlit. Tapi di setiap cabang selalu dihadapkan pada hasrat orangtua dan pelatih untuk mengikuti lomba. Hal ini kemudian membuatnya merasa tertekan karena dorongan untuk berlatih secara intensif agar dapat memenangkan lomba. Sama sekali bukan hasratnya sendiri atas pemahamannya mengenai olahraga dan atlit. Di sekolah, walaupun ia memahami pelajaran namun tuntutan guru untuk memenuhi nilai tertentu, dan pandangan umum bahwa anak dengan nilai rendah pastilah bodoh membuatnya lelah.

Demikian pula dengan si bungsu yang gemar menggambar. Saat ia diikutkan dalam sebuah sanggar lukis ternama, ia merasa tidak nyaman karena tuntunan gurunya untuk menggambar sesuai metode yang diperkenalkan di sanggar tersebut. Hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti menggambar. Pada akhirnya setelah keluar dari sanggar, Ia merasa bebas dan mengembangkan sendiri minatnya pada lukisan dan clay.

Mengapa anak perempuan memiliki hak berbeda? Pada umumnya anak akan dipenuhi hak-haknya secara normatif namun untuk anak perempuan memiliki kekhasan menyangkut keadaan biologisnya. Orangtua dituntut untuk memenuhi haknya untuk terutama lebih memahami tubuh dan kesehatan reproduksi. Hal ini penting terutama karena dalam kehidupan masyarakat yang patriarkhis, anak perempuan akan mengalami sikap diskriminatif menyangkut perilaku, tatanan sosial bahkan pekerjaan. Dan hal ini akan berlaku hingga kelak saat Ia menginjak dunia dewasa. Ketika anak perempuan memahami dengan sungguh-sungguh hak-haknya sebagai anak perempuan dan perempuan maka diharapkan Ia juga tahu kapan saatnya dan dimana Ia boleh memposisikan haknya. Demikian sharing dari saya semoga bermanfaat.


Ernawati
Ibu rumahtangga di Yogyakarta


No comments:

Post a Comment