Oleh : Ernawati
Saya mempunyai tiga orang putri dengan
usia dan karakter yang berbeda tetapi memiliki kesamaan, ingin sama didengar
dan diperhatikan. Sehingga ketika salah seorang dari mereka sedang bercerita,
yang dua lainnya akan menimpali dengan cerita masing-masing akibatnya mereka
seperti berlomba untuk mendapat perhatian terlebih dahulu. Perbedaan usia tidak
menjadikan mereka memiliki hak yang berbeda, hanya pengertian tentang kuantitas
dari hak tersebut. Misalnya mengenai uang saku, bentuk hadiah maupun makanan,
walaupun sebenarnya diberikan jumlah yang sama namun kakak tertua yang usianya
sudah menginjak 20 tahun dengan berat badan berlebih sudah disarankan untuk
mengurangi makanan tertentu dibanding adik-adiknya yang usianya terpaut jauh, 8
dan 10 tahun yang masih dalam masa pertumbuhan. Selain itu, hiburan, hobby dan
kebutuhan pendidikan mendapat hak yang sama. Semuanya berlaku hal, apa yang
lebih mereka suka dan apa yang terbaik buat mereka. Memenuhi hak anak perempuan
tidak semudah membaca buku lalu menerapkan teori. Mereka adalah buku yang terus
berkembang dan berubah sehingga saya harus terus mempelajari dan mengoreksi
kesalahan dalam penerapannya.
Teori lebih indah saat dipraktekkan
Nilai-nilai demokrasi, toleransi dan
disiplin lebih mudah dituliskan dan dibaca namun dalam prakteknya tak semudah
itu. Pernah suatu ketika kakak tertua menanyakan pendapat saya bila ia
mempunyai tatto, menjadi lesbian dan tidak menikah kelak. Jawaban dari
pertanyaan ini harus cukup bijaksana karena akan menentukan bagaimana pandangannya
atas sikap Mamanya. Dan saya memberi jawaban yang diplomatis untuk menunjukkan
sikap yang terbuka dan tidak otoritarian, menguji seberapa besar pemahamannya
atas pertanyaannya sendiri, menganalisa positif-negatifnya dan akhirnya
menyerahkan keputusan di tangannya sendiri.
Sama hal-nya dengan pilihan sekolah.
Sejak awal saya sudah memberi gambaran pada ketiganya tentang kehidupan setelah
dewasa kelak. Tanggung jawab pada diri dan masyarakat. Pada awalnya sulit
karena benturan antara standar yang berlaku dan keinginan mereka sendiri serta
fakta kehidupan yang akan mereka hadapi kelak. Pada akhirnya saya menyerahkan
pada keinginan masing-masing setelah saya mengantarkan mereka pada beberapa
pilihan yang ada. Hingga akhirnya mereka mendapat tempat belajar yang sesuai.
Pada akhirnya saya menyadari bahwa kehidupan mereka kelak ada di tangan mereka
sendiri, bukan sekedar pada ijasah dan ketrampilan semata tapi justru terletak
pada kepribadian masing-masing yaitu keuletan, kreatifitas dan pergaulan. Jadi yang
perlu saya lakukan saat ini adalah membuka kesempatan seluas-luasnya untuk
mereka mengenal diri sendiri dan lingkungan, mengamati, memahami, meneliti dan
mengambil kesimpulan
Pencarian Diri
Seperti pada umumnya remaja maka
anak-anak saya juga mengalami proses itu. Yang sudah mengalami dan melewati
prosesnya memang baru yang tertua. Saat ini sudah mulai membentuk pada tujuan
hidup yang lebih spesifik namun masih membutuhkan proses panjang untuk
membenahi diri sebelum benar-benar dewasa secara mental dan pisik untuk
menjalani tanggungjawab pada diri sendiri dan masyarakat.
Pada awalnya sulit untuk memahami setiap
pemberontakannya, keinginannya hingga si Kakak berkelana dalam pencarian
dirinya dan syukurlah berhasil melewati dan saat ini ditempa sebagai pekerja di
sebuah restoran. Memang gajinya tidak cukup, tapi ia belajar banyak hal dalam
pekerjaannya ini. Kedewasaannya mulai terbentuk. Hal ini terungkap karena kami
sering berdiskusi mengenai banyak hal terutama karena Ia banyak membaca
referensi untuk kebutuhan novel yang ditulisnya. Contoh kedewasaannya tercermin
saat ia bercerita tentang supervisornya yang sebenarnya memiliki sikap
menyebalkan dan kehidupan pribadinya tidak cukup baik. Hampir semua teman kerja
tidak menyukainya. Pada saat supevisor tersebut melahirkan dan kebetulan sedang
sendiri di Rumah Sakit, tidak ada satupun teman kerja yang bersedia menemani
kecuali kakak yang berpendapat bahwa meskipun ia juga tidak menyukai
kepribadian si supervisor tapi kondisinya yang sedang membutuhkan teman harus
disikapi secara berbeda. Perasaan subyektif tidak menutupi pandangannya
mengenai apa yang benar dan salah
Sang adik, si tengah mulai menapaki
proses ini. Awalnya ia memiliki
keinginan untuk terlibat dalam banyak kegiatan, selain karena diperkenalkan
juga karena terpengaruh keinginan adiknya. Hingga akhirnya merasa kelelahan
sendiri dan memutuskan untuk berhenti dengan semua kegiatan tersebut. Dan kini
di sekolah, yang kebetulan memiliki metode yang berbeda dengan sekolah umum, Ia
memulai proses untuk lebih mengenal diri sendiri dan memahami
keingin-keinginnannya sendiri. Hal yang sama juga terjadi pada anak ketiga, si
bungsu. Kini mulai merasa gembira dan bangga pada dirinya sendiri
Dari ketiganya, saya belajar tentang hak
anak dan hak mereka yang terutama adalah untuk memenuhi harapan mereka sendiri
dan bukan memenuhi harapan orang lain, keluarga, teman, guru dan masyarakat.
Keinginan, harapan dan pemenuhan harapan yang kesemuanya bersumber dan
berpulang pada diri sendiri. Misalnya bahwa setiapanak itu harus bersekolah
supaya pintar, sekolah yang membuat pintar itu adalah sekolah favorit, tanda
sebagai anak pintar adalah cepat bisa membaca, punya prestasi baik didalam
maupun diluar sekolah. Pemenuhan harapan ini ternyata bagi ketiga anak saya
melelahkan. Si kakak tertua dengan postur tubuh tinggi sejak kecil sudah
diharapkan jadi model sehingga neneknya begitu berhasrat memasukkan si kakak
pada kursus modelling dan mengikutkannya dalam berbagai lomba fashion. Saat SMP
dan SMA selalu diharapkan untuk menjadi mayoret atau OSIS. Namun ia selalu
menolak hingga membuat gusar neneknya.
Adiknya, si tengah karena gemar olahraga
lalu saya masukkan ke beberapa cabang olahraga untuk membuka wawasan tentang
cabang olahraga sehingga menetapkan minat pada cabang tertentu dan memperdalam
pemahamannya mengenai atlit. Tapi di setiap cabang selalu dihadapkan pada
hasrat orangtua dan pelatih untuk mengikuti lomba. Hal ini kemudian membuatnya
merasa tertekan karena dorongan untuk berlatih secara intensif agar dapat memenangkan
lomba. Sama sekali bukan hasratnya sendiri atas pemahamannya mengenai olahraga
dan atlit. Di sekolah, walaupun ia memahami pelajaran namun tuntutan guru untuk
memenuhi nilai tertentu, dan pandangan umum bahwa anak dengan nilai rendah
pastilah bodoh membuatnya lelah.
Demikian pula dengan si bungsu yang
gemar menggambar. Saat ia diikutkan dalam sebuah sanggar lukis ternama, ia
merasa tidak nyaman karena tuntunan gurunya untuk menggambar sesuai metode yang
diperkenalkan di sanggar tersebut. Hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti
menggambar. Pada akhirnya setelah keluar dari sanggar, Ia merasa bebas dan
mengembangkan sendiri minatnya pada lukisan dan clay.
Mengapa anak perempuan memiliki hak
berbeda? Pada umumnya anak akan dipenuhi hak-haknya secara normatif namun untuk
anak perempuan memiliki kekhasan menyangkut keadaan biologisnya. Orangtua
dituntut untuk memenuhi haknya untuk terutama lebih memahami tubuh dan
kesehatan reproduksi. Hal ini penting terutama karena dalam kehidupan
masyarakat yang patriarkhis, anak perempuan akan mengalami sikap diskriminatif
menyangkut perilaku, tatanan sosial bahkan pekerjaan. Dan hal ini akan berlaku
hingga kelak saat Ia menginjak dunia dewasa. Ketika anak perempuan memahami
dengan sungguh-sungguh hak-haknya sebagai anak perempuan dan perempuan maka
diharapkan Ia juga tahu kapan saatnya dan dimana Ia boleh memposisikan haknya.
Demikian sharing dari saya semoga bermanfaat.
Ernawati
Ibu rumahtangga di Yogyakarta
No comments:
Post a Comment