Oleh : Reka Agni Maharani
Setiap anak memiliki impian tentang masa depan mereka. Impian
akan kebahagiaan dan cita-cita setinggi langit yang akan diraihnya kelak ketika
mereka beranjak dewasa. Namun, apa jadinya ketika para “predator” yang memiliki
birahi tinggi serta pedofil berkeliaran dan siap sedia membunuh mimpi
anak-anak, khususnya anak-anak negeri sendiri?
Awal Oktober 2015, kembali kasus mencuat ke ranah publik mengenai
pembunuhan dan pencabulan seorang anak perempuan di kawasan Jakarta Barat. Pelaku kasus
tersebut adalah seorang laki-laki dewasa yang ternyata telah menerkam korban
tidak hanya satu tetapi 13 anak dan 3 korbannya adalah perempuan. Tidak hanya itu saja, masih ada beberapa
bentuk kekerasan seksual di tempat lain baik perkotaan maupun daerah. Berdasarkan
data lembaga perlindungan anak pada tahun 2010-2014 tercatat 21,6 juta kasus
pelanggaran hak anak. Dari jumlah ini, 58 persen dikategorikan sebagai
kejahatan seksual terhadap anak.
Indikasi penyebab adanya kekerasan seksual anak yang terjadi
di sekitar sedikitnya dua alasan:
Dalam hal kasus kekerasan seksual maupun kekerasan fisik
terhadap anak, pelaku umumnya masih belum mendapat tindakan tegas dari penegak hukum
tanah air. Mereka masih dengan mudah masuk dan keluar penjara tanpa ada efek
jera.
Masyarakat yang masih
abai akan pendidikan seksual dini
Di tengah masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai dan
norma agama dan adat, pemberian pendidikan seksual kepada anak-anak masih
dianggap tabu. Para keluarga masih memberikan pengajaran kepada anak mereka
dengan memberikan larangan dan ketakutan-ketakutan khususnya bagi anak
perempuan tanpa didasari alasan yang tepat, seperti : “jadi perempuan kamu
harus menjaga tubuhmu.”, “sebagai perempuan kamu harus berhati-hati dalam
bersikap”, “anak perempuan jangan suka keluar malam”, “jangan banyak bergaul
dengan orang sekitar!”
Karena hal tersebut sehingga seorang anak hanya mengikuti
tanpa mengetahui jelas alasan yang diberikan oleh orang tuanya. Tidak jarang
bahkan orang tua membungkam anaknya untuk tidak berbicara mengenai seksual yang
pada akhirnya dengan penasaran anak mencari sendiri jawabannya.
Dari dua hal di atas, sebagai seorang dewasa yang pernah
menjadi anak-anak sudah menjadi kewajiban untuk melindungi hak-hak anak. Menurut
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, ada beberapa
cara melakukan perlindungan kepada anak, yaitu :
Memberi Perhatian
Terhadap Anak
Orang-orang terdekat sekitar harus tanggap dengan gerak-gerik anak, apakah
ada perubahan tingkah laku maupun bagaimana pergaulan anak di lingkungannya.
Orang-orang terdekat antara lain orang tua, guru dan masyarakat lain. Biasanya dapat
terlihat anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual akan berubah pada pola
tingkah laku dan pergaulan mereka. Apabila orang terdekat mengabaikannya, maka
anak tersebut masih tetap menjadi korban dan mata rantai kejahatan seksual
terus berjalan.
Pemberian Pendidikan
Seks Sejak Dini
Pendidikan seks sejak dini baik diberikan oleh orang tua
terhadap anak dan mengusir tabu. Penidikan seks bisa berupa pengenalan organ
tubu intim anak dan bagaimana cara menjaganya. Larangan diberikan dengan
alasan, dan pemberian pengertian kepada anak tidak hanya diberikan kepada anak
perempuan saja tetapi juga anak laki-laki, seperti kesadaran bahwa anak
laki-laki perlu berlaku sopan dan dapat melindungi anak perempuan seperti
halnya anak perempuan melindungi dirinya sendiri.
Tantangan Bagi
Pemerintah Mewujudkan Lingkungan Ramah Anak
Pemerintah merupakan elemen vital dalam mengentaskan
kejahatan seksual. Hal ini menjadi tantangan yang tidaklah mudah bagi
pemerintah untuk memberantas praktik kejahatan seksual anak dan membentuk lingkungan
ramah anak. Selain tugas bagi pemerintah, hal ini juga seharusnya menjadi tugas
penting penegak hukum untuk memberikan hukuman yang sesuai dan mempunyai efek
jera bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Setidaknya, menjaga anak-anak dan membiarkan mereka tumbuh
sesuai dengan hak yang mereka miliki adalah kewajiban dan tanggung jawab
masyarakat khususnya orang dewasa.
Setuju dengan tulisan Sdri Reka. Lagi-lagi perlu ditekankan perlindungan anak indonesia dari kekerasan bisa kita berikan karena kita "orang tua" yang baik untuk seluruh anak indonesia. Masyarakat Indonesa masih punya hati, akal, moral, agama, sanksi tegas untuk kebaikan anak cucu kita.:)
ReplyDelete