http://www.suarakita.org/event/bincang-buku-menikah-sebuah-novel-bersama-jane-maryam/ |
“Jadi Mbak Jane, menurut
Mbak secara pribadi, bagaimanakah menikah itu?”
“Menikah itu complicated, very complicated.”
Dari yang rumit itu,
Jane Maryam dalam novelnya berjudul Menikah,
dengan hati-hati memotret pernikahan di Indonesia. Ada lima kisah dari para tokohnya, yang di akhir kisah saling
berjumpa dan memiliki hubungan dalam berbagai peristiwa.
Kisah pernikahan yang berkelindan
antara pernikahan tradisional dan modern mengawali novel ini. Lelaki sebagai
kepala keluarga dengan kekuasaan yang besar dan perempuan sebagai istri yang
aktif di ruang ekonomi dan bisnis. Dalam kisah itu diperlihatkan pula bagaimana
absolutnya kekuasaan kepala keluarga, sehingga ia boleh membuat keputusan
sepihak untuk membangun harem dengan
melakukan poligami. Para istri tidak bisa berbuat apa-apa untuk melawan, karena
memang poligami adalah sah dalam aturan para tokohnya (Islam).
Kisah kedua, seorang
pekerja seks profesional yang memiliki pendapat sendiri tentang perkawinan dan
otoritas atas tubuhnya. Ia bersikap kritis terhadap tawaran untuk menjadi istri
kesekian dari seorang laki-laki.
Selanjutnya, kisah
yang tampaknya cinta ideal insan antarbangsa. Satu hal yang menarik pada kisah
ini, seolah nasib dan keberuntungan perempuan Indonesia akan lebih menjanjikan
jika ia bersuamikan lelaki asing kulit putih. Sangat disadari bahwa masyarakat
Indonesia masih mengalami post colonial
syndrome. Sebuah kesadaran palsu, seolah segala hal yang berbau Eropa-Amerika
atau asing akan lebih bagus, hebat, menjamin dan memberikan masa depan cerah.
Pada dua kisah
selanjutnya, Jane Maryam mengambil langkah yang sangat genial dan berani dengan
mengungkapkan relasi percintaan dan harapan untuk bisa menikah pada pasangan
LGBT (Lesbian Gay Biseks dan Transgender/seks). Kisah relasi sepasang lesbian
dan relasi antara laki-laki dan transgender.
Novel diakhiri dengan
kisah perjumpaan semua tokoh yang ternyata saling memiliki kisah bersama satu
sama lain.
Menurut Renal Rinoza,
yang hadir sebagai pembedah, novel Menikah
satu karya sastra LGBT yang masih bisa dikembangkan dengan optimal, baik dalam
tema maupun bentuknya. Layaknya karya sastra pascareformasi, novel ini
mengangkat isu seksualitas dan tema LGBT disisipkan di dalamnya.
Perkawinan dengan pola
dan nilai tradisional digugat pada novel ini. Ia mempertanyakan absolutisme dan
cara seorang lelaki sebagai kepala keluarga memimpin keluarganya.
Dipertanyakan, bagaimana bisa seorang laki-laki sebagai suami atau ayah
dianggap paling mengetahui apa yang terbaik bagi hidup atau tubuh istri atau
anak perempuan? Bagaimana sebuah keluarga tega ‘menjual’ anak perempuan mereka
demi keberlangsungan hidup keluarga besar, syukur-syukur taraf hidup keluarga
besar akan meningkat (naik kelas).
Novel ini
memperlihatkan keberpihakan pada insan LGBT. Ada latar belakang kisah tokoh
yang nampak tragis dan pesimis, karena
sang tokoh insan LGBT. Namun hal tersebut seolah batu penjuru yang justru
memantapkan sang tokoh untuk terus maju dan berjuang memantapkan diri dalam
kehidupan. Hal itu memberi kesan yang optimis dalam situasi yang pesimis.
Pendekatan berkisah dengan cara ini sangat menarik. Kepada publik diperlihatkan
keniscayaan insan LGBT dan disposisinya
yang turut berkontribusi dalam kehidupan.
Aspek edukasi pun tak
luput dari perhatian Jane Maryam sebagai novelis. Hal itu tampak dari upaya
untuk menginformasikan berbagai nilai kemanusiaan yang universal. Bagaimana cara seseorang sintas dari
perundungan dan kekerasan yang dialami. Bagaimana relasi intim antarmanusia
juga banyak tantangan terlepas dari orientasi seksual orang yang bersangkutan.
Bagaimana relasi seksual dalam berbagai konteks jaman niscaya terkait oleh
kekuasaan dan pandangan laki-laki yang misoginis. Dan bagaimana konsep seksualitas
dipertarungkan antara seks sebagai cara untuk prokreasi dan seks sebagai cara
untuk rekreasi.
Membaca novel ini,
kita dihadapkan pada berbagai pola relasi antarkelas, dengan utamanya relasi
pernikahan pada kelas menengah atas. Menikah adalah sebuah cara untuk kelas
bawah naik kelas ke kelas menengah, kelas menengah naik kelas ke kelas atas. Atau
antarkelas atas memantapkan diri dalam status
quo kelasnya yang ‘di atas angin’. Pernikahan dianggap sebuah jalan untuk
lepas dari kemiskinan. Namun tidak tertutup kemungkinan, insan yang merasa
tertindas dalam sangkar emas akan berani keluar dari zona aman dan mendobrak
kemapanan. Hal itu terjadi pada salah satu tokoh yang melepaskan diri dari
status pernikahannya karena ia tidak ingin dimadu.
Para tokoh novel ini
datang dari kelas pekerja menengah atas yang
berjuang untuk kebebasan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi dan materi.
Mereka memiliki posisi tawar yang tinggi untuk menentukan cara hidup dan dengan
siapa ingin menikah. Para tokoh ini membicarakan pernikahan dan menyikapinya
dengan kritis. Setiap tokoh memiliki kesadaran dan pengetahuan yang realis
bahwa cinta yang erotik (eros) dan emosional saja, tidak cukup untuk menjadi
modal dalam menikah. Hal-hal lain yang mendukung dalam pernikahan adalah kekuatan
ekonomi dan kemampuan mengelola relasi kuasa yang tumbuh dan berkembang di
antara insan yang menikah.
Dalam konteks insan
LGBT dan kelas pekerja, masih amat terbentang luas peluang yang inspiratif
untuk mengembangkan sastra LGBT. Bagaimana situasi insan LGBT yang bekerja di
pabrik? Bagaimana insan LGBT sebagai petani, nelayan, guru, dan lain-lain?
Kembali kepada Jane
Maryam, novel Menikah telah memperlihatkan realitas sosial masyarakat
Indonesia. Komplikasi yang ditangkap dengan cermat dan diwujudkan dalam kisah
yang apik.[]